Bimtek Pengembangan Pariwisata Berbasis Masyarakat
Bimbingan Teknis dan Study Banding Pengembangan Pariwisata Berbasis Masyarakat
Latar Belakang
Pariwisata berbasis masyarakat adalah pengembangan pariwisata dengan tingkat keterlibatan masyarakat setempat yang tinggi dan dapat dipertanggung jawabkan dari aspek sosial dan lingkungan hidup.
Pariwisata berbasis masyarakat merupakan salah satu jenis pariwisata yang memasukkan partisipasi masyarakat sebagai unsur utama dalam pariwisata guna mencapai tujuan pembangunan pariwisata berkelanjutan. Partisipasi masyarakat dapat dilakukan dengan dua cara yaitu ikut terlibat dalam proses pengambilan keputusan dan pembagian manfaat pariwisata.
Partisipasi dalam pengambilan keputusan berarti masyarakat mempunyai kesempatan untuk menyuarakan harapan, keinginan dan kekhawatirannya dari pembangunan pariwisata, yang selanjutnya dapat dijadikan masukan dalam proses perencanaan pariwisata. Sedangkan mengambil peran dalam pembagian manfaat pariwisata mengandung pengertian bahwa masyarakat semestinya mempunyai kesempatan untuk memperoleh keuntungan finansial dari pariwisata dan keterkaitan dengan sektor lainnya. Untuk itu pengembangan destinasi pariwisata seharusnya mampu menciptakan peluang pekerjaan, kesempatan berusaha dan mendapatkan pelatihan serta pendidikan bagi masyarakat agar mengetahui manfaat pariwisata.
Pariwisata merupakan sebuah “community industry”, sehingga keberlanjutan pembangunan pariwisata sangat tergantung dan ditentukan oleh penerimaan dan dukungan masyarakat terhadap pariwisata. Implikasi pariwisata sebagai sebuah industri masyarakat adalah adanya kepastian bagi masyarakat untuk berpartisipasi dalam pengembangan pariwisata. Berhubungan dengan hal tersebut, partisipasi masyarakat dalam proses pembangunan pariwisata terbagi tiga tingkatan, yaitu :
- Pseudo community participation; non-partisipasi, tujuan pembangunan pariwisata tidak untuk pelibatan kolektif masyarakat, keputusan terkait dengan pemenuhan kebutuhan pokok untuk meminimalkan resiko, kebijakan jangka pendek, top-down, tidak langsung, hanya melibatkan elite lokal, dominasi pemerintah.
- Passive community participation; hanya sebagaiendorsement/ratifikasi keputusan yang dibuat untuk masyarakat-bukan dari dan oleh masyarakat, hanya terlibat dalam implementasi, minim kontribusi masyarakat, masyarakat bukan sebagai decision-makers tapi decisiontakers (decision-implementers), efektivitas dan efisiensi pencapaian tujuan pihak eksternal.
- Spontaneous community participation; partisipasi langsung, partisipasi aktif, dan partisipasi otentik.
Selain itu, pariwisata berbasis masyarakat sering dipahami sebagai sesuatu yang berseberangan dengan pariwisata skala besar (enclave), berbentuk paket (all inclusive), pariwisata masal, dan minim keterkaitannya dengan masyarakat lokal. Sehingga pariwisata berbasis masyarakat disebut juga sebagai pariwisata berskala kecil, dibangun oleh masyarakat lokal, serta melibatkan berbagai elemen lokal seperti pengusaha, organisasi, dan pemerintah lokal. Terkait dengan pembangunan pariwisata berskala kecil. Berdasarkan komparasi tersebut diketahui bahwa pembangunan pariwisata berskala kecil mempunyai karakteristik yang sangat berbeda dari pembangunan pariwisata berskala besar. Adapun perbedaan karakteristik tersebut dapat diilustrasikan dalam tabel berikut ini.
SKALA KECIL | SKALA BESAR |
Secara fisik menyatu dengan struktur ruang/kehidupan masyarakat lokal | Secara fisik terpisah dari komunitas lokal, namun efektif membangun citra kuat udalam rangka promosi |
Perkembangan kawasan wisata bersifat spontan/tumbuh atas inisiatif masyarakat lokal (spontaneous) | Pengembangan kawasan melalui perencanaan yang cermat dan profesional (well planned) |
Partisipasi aktif masyarakat lokal dalam pembangunan pariwisata | Investor dengan jaringan internasional sebagai pelaku utama usaha kepariwisataan |
Interaksi terbuka dan intensif antara wisatawan dengan masyarakat lokal | Interaksi sangat terbatas antara wisatawan dengan masyarakat lokal |
Berdasarkan Tabel di atas dapat dikatakan bahwa peluang terbesar partisipasi masyarakat lokal dalam pariwisata, akan muncul jika pariwisata dikembangkan dengan skala kecil dan terbuka melakukan interaksi dengan wisatawan.
Seringkali partisipasi masyarakat dalam pariwisata disebut sebagai strategi pembangunan alternatif yang terdengar sangat ideal namun dalam implementasinya banyak terdapat tantangan dan hambatan. Ada dua tantangan terbesar dalam pariwisata berbasis masyarakat. Pertama, pada kenyataannya masyarakat lokal dalam suatu destinasi pariwisata terbagi ke dalam berbagai faksi atau golongan yang saling mempengaruhi berdasarkan kelas masyarakat (kasta), gender, dan kesukuan. Antar faksi biasanya saling menyatakan paling memiliki atau mempunyai hak istimewa (privilege) keberadaan sumber daya pariwisata. Golongan elite masyarakat tertentu sering berada dalam posisi mendominasi pelaksanaan pariwisata berbasis masyarakat, lalu memonopoli pembagian atau penerimaan manfaat pariwisata. Berdasarkan hal tersebut, partisipasi secara adil (equitable) menjadi pertimbangan penting dalam mendorong pembangunan pariwisata berbasis masyarakat. Selain itu juga isu-isu tentang kelas masyarakat, gender, dan kesukuan penting dipertimbangkan terutama dalam perencanaan pengembangan pariwisata. Tantangan kedua adalah permasalahan dalam masyarakat untuk mengidentifikasi pariwisata sebagai strategi pengembangan masyarakat lokal. Masyarakat pada umumnya tidak cukup punya informasi, sumber daya, dan kekuatan dalam hubungannya dengan berbagai pengambil keputusan lainnya dalam pembangunan pariwisata, sehingga masyarakat lokal rentan terhadap eksploitasi.
Selain tantangan, dalam pembangunan pariwisata berbasis masyarakat juga akan berhadapan dengan berbagai hambatan. Ada tiga hambatan dalam pembangunan pariwisata berbasis masyarakat terutama di negara berkembang seperti Indonesia yaitu berupa :
- Keterbatasan operasional; termasuk dalam hambatan ini adalah sentralisasi administrasi publik, lemahnya koordinasi, dan minimalnya informasi pariwisata.
- Keterbatasan struktural; berupa sikap pelaku pariwisata, terbatasnya tenaga ahli, dominasi elite masyarakat, aturan hukum yang belum tepat, sedikitnya jumlah sumber daya manusia (SDM) yang berkompeten, dan minimnya akses ke modal ekonomi/finansial.
- Keterbatasan kultural; terbatasnya kapasitas terutama pada masyarakat miskin dan apatis atau rendahnya kesadaran pariwisata masyarakat lokal Semua jenis keterbatasan tersebut, dapat menciptakan masalah serius dalam partisipasi masyarakat, baik untuk pengambilan keputusan atau perencanaan yang tepat maupun secara bersama-sama membagi manfaat pariwisata.
Pengembangan Pariwisata berbasis masyarakat sebagai sebuah pendekatan pemberdayaan yang melibatkan dan meletakkan masyarakat sebagai pelaku penting dalam konteks paradigma baru pembangunan yakni pembangunan yang berkelanjutan (sustainable development paradigma). Pariwisata berbasis masyarakat merupakan peluang untuk menggerakkan segenap potensi dan dinamika masyarakat, guna mengimbangi peran pelaku usaha pariwisata skala besar. Pariwisata berbasis masyarakat tidak berarti merupakan upaya kecil dan lokal semata, tetapi perlu diletakkan dalam konteks kerjasama masyarakat secara global.
- Memberikan pengetahuan dan pemahaman mengenai paradikma dan konsep Pariwisata Berbasis Masyarakat.
- Memberikan pengetahuan dan pemahaman mengenai Pengenalan, Perencanaan dan Pengelolaan Ekowisata.
- Sharing Pengalaman pengelolaan Ekowisata di Daerah.
- Paradikma dan Konsep Pariwisata Berbasis Masyarakat.
- Pengenalan, Perencanaan dan Pengelolaan Ekowisata.
- Penyiapan Sumber Daya Manusia Lokal berwawasan Nasional.
- Pola Koordinasi dan Pembiayaan Pariwisata di berbasis masyarakat.
- Kunjungan ke Ekowisata.
Peserta:
- Kepala Dinas Pariwisata Kabupaten/Kota
- Kepala Bidang / Sub. Bidang Destinasi wisata Dinas Pariwisata Kabupaten/Kota
- Kepala Bidang / Sub.Bidang Pemasaran Dinas Pariwisata Kabupaten/Kota
- Kepala Desa dan Pengurus BUM Desa
Biaya Bimbingan Teknis
Biaya pelaksanaan Pelatihan disesuaikan dan dibebankan kepada APBD Kabupaten/Kota dan APBDes/ADD atau sumber pembiayaan lainnya yang dianggap sah.
Fasilitas Bimbingan Teknis:
- Bahan Ajar Narasumber
- Seminar Kits
- Sertifikat
- Coffee Break
- Tas
- Penginapan 4 hari 3 malam (Sarapan pagi, siang dan malam))
Narasumber
- Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia
- Kementerian Pariwisata Republik Indonesia
- BAPPENAS
Jadwal Kegiatan
Lokasi Kegiatan : Jakarta, Bandung, Malang, Yogyakarta, Medan, Makassar, Bali, Batam, Lombok dan Kota Lainnya
DESEMBER
02 - 05
05 - 08
09 - 12
12 - 15
16 - 19
19 - 22
23 - 26
26 - 29
-