Bimtek Manajemen Kasus Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak
Peningkatan Kapasitas Manajemen Kasus Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak
PENDAHULUAN
Kekerasan merupakan isu utama saat ini, baik di negara maju maupun di negara berkembang seperti Indonesia. Perkembangan dewasa ini menunjukan bahwa tindak kekerasan pada kenyataannya terjadi semakin intensif. Dalam setiap penanganan kasus kekerasan dan eksploitasi terhadap anak, Konvensi Hak Anak telah mengamanatkan kepentingan terbaik anak diutamakan namun kenyataan di lapangan berbicara lain. Tidak jarang ditemui kesenjangan pemahaman antara penyedia layanan perlindungan anak seperti Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA), Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), penyedia layanan anak lainnya dengan para Aparat Penegak Hukum (APH) yaitu pihak Kepolisian, Kejaksaan dan Pengadilan. Kesenjangan ini terjadi karena adanya perbedaan persepsi antara para penyedia layanan dan APH tentang anak, kurangnya pemahaman etika bekerja dengan anak dan kurangnya sensitivitas APH dalam penanganan kasus-kasus anak.
UPTD PPA merupakan bentuk perwujudan dari mandat dalam Peraturan pemerintah Nomor 59 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Koordinasi Perlindungan Anak, untuk melakukan koordinasi lintas sektoral terkait penanganan anak korban kekerasan, penelantaran dan eksploitasi khususnya di tingkat provinsi dan Kabupaten/Kota. Di satu sisi APH sendiri adalah ujung tombak pemenuhan rasa keadilan bagi korban dan pelaku dalam sebuah proses hukum, termasuk pada kasus kekerasan terhadap anak. Dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak Pasal 18 tegas disebutkan bahwa dalam menangani perkara anak, anak korban, dan/atau anak saksi, Pembina Kemasyarakatan, Pekerja Sosial Profesional dan Tenaga Kesejahteraan Sosial, Penyidik, Penuntut Umum, Hakim dan Advokat atau Pemberi Bantuan Hukum Lainnya wajib memperhatikan kepentingan terbaik bagi anak dan mengusahakan suasana kekeluargaan tetap terpelihara.
UPTD merupakan garda terdepan pemerintah dalam memberikan layanan bagi perempuan dan anak yang mengalami masalah kekerasan, diskriminasi, perlindungan khusus dan perlakuan salah lainnya. Namun, pada prakteknya, dalam penanganan kasus anak, baik anak sebagai korban, pelaku maupun anak sebagai saksi, UPTD PPA tidak berperan sendiri. Penanganan kasus anak tentunya akan bersinggungan dengan Aparat Penegak Hukum (APH) dan unsur-unsur hukum lainnya, misalnya pada proses penyidikan hingga persidangan
Sesuai hasil pemantauan dari KPAI di setiap tahunnya terjadi peningkatan yang cukup signifikan untuk kasus kekerasan anak. Kekerasan tidak hanya bersifat fisik, seperti pemukulan, pembunuhan, penyerangan, dan tindak kekerasan fisik lainnya, tetapi juga sikap yang melecehkan dan melontarkan kata-kata yang tidak senonoh atau menyakitkan hati dapat juga dikategorikan sebagai tindak kekerasan.
Pasal 27 UUD 1945 merupakan bentuk komitmen pemerintah Indonesia untuk mewujudkan kesetaraan dan keadilan pada perempuan dan diperkuat dengan raitivikasi Konvensi Penghapusan segala bentuk Diskriminasi terhadap perempuan (Convention On the Elimination of All Forums of Discrimination Againts Women/ CEDAW) ke dalam UU No. 7 Tahun 1984.
Seiring dengan meningkatnya kasus Covid-19 di Indonesia, Pemerintah telah mengeluarkan anjuran bekerja, beribadah dan belajar dari rumah yang diikuti dengan penetapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) guna menekan angka penyebaran kasus Covid-19 yang diberlakukan di beberapa zona merah sejak bulan Maret 2020. Pada situasi terkini, dengan adanya himbauan Bekerja dari Rumah (Working from Home,) atau Tinggal di rumah saja (stay at home) pada kenyataannya dapat menimbulkan berbagai masalah baru, seperti Kekerasan.
Kelompok yang termasuk rentan mengalami kekerasan adalah perempuan. Kondisi ini dapat bertambah parah bila dibarengi dengan kondisi ekonomi keluarga yang tidak menentu, kehilangan mata pencaharian dan terkena pemutusan hubungan kerja (PHK). Tingginya gelombang PHK menyebabkan hilangnya mata pencaharian yang berdampak pada meningkatnya beban keluarga dan stress yang berpotensi memicu kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dan kekerasan berbasis gender lainnya. Bentuk-bentuk kekerasan seperti kekerasan fisik, psikis, seksual maupun penelantaran dapat menimpa perempuan dalam situasi pandemi ini. Ditambah dengan semakin meningkatnya kebutuhan sehari-hari serta beban pekerjaan domestik, maka kekerasan terhadap perempuan (KtP) dapat menurunkan daya juang perempuan Indonesia baik secara fisik maupun mental dalam melawan covid-19.
TUJUAN KEGIATAN
Tujuan kegiatan ini untuk meningkatkan pengetahuan, kemampuan dan ketrampilan petugas UPTD PPA dalam memberikan layanan perlindungan yang optimal.
MATERI BAHASAN (PILIHAN)
Adapun Materi yang akan disampaikan adalah sebagai berikut:
- Strategi Pencegahan dan Advokasi Kasus Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak
- Manajemen Penanganan Kasus KDRT, Penyebaran bahan komunikasi informasi dan edukasi (KIE) tentang perlindungan hak perempuan
- Penyusunan Rencana Intervensi, Pelaksanaan Intervensi, Review Kasus dan Evaluasi dan Proses Terminasi
- Analisis Upaya Perlindungan dan Pemulihan Terhadap Korban Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT) Khususnya Anak-Anak dan Perempuan.
- Protokol Penanganan Kasus Kekerasan terhadap Perempuan.
- Protokol lintas sektor untuk pencegahan dan penanganan kekerasan, perlakuan salah, penelantaran, serta pengasuhan pengganti
- Penguatan mental bagi pekerja perempuan yang terdampak pandemi Covid-19
NARASUMBER
- Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia
- KOMNAS Perempuan
BIAYA BIMBINGAN TEKNIS
Biaya kontribusi bimbingan teknis Rp. 4.000.000,-/ peserta
FASILITAS :
- Hardcopy/ Softcopy materi
- Training Kit
- Dokumentasi
- Sertifikat
- Tas
- Penginapan 5 hari 4 malam (Breakfast, Lunch, Dinner dan coffee break)
WAKTU DAN LOKASI KEGIATAN
DESEMBER |
02 - 05 |
05 - 08 |
09 - 12 |
12 - 15 |
16 - 19 |
19 - 22 |
23 - 26 |
26 - 29 |
- |
Jadwal dan lokasi kegiatan dapat di Request sesuai kebutuhan daerah masing-masing
Silahkan Hubungi kami di Telp/WA 0811993779 (Telkomsel).!